Minggu, 06 Mei 2012

Serpihan Memori Tentangmu, Kawand

Kini suaranya kian terdengar... tapak-tapak butiran air yang terjun dari langit membentur atap kamarku. Rupanya alam malam sedang bermelodi dengan perkusinya. Seiring ini daya nalarku menghempas langit-langit kesadaranku, merekapitulasi kejadian demi kejadian yang lalu untuk kumpulkan serpihan-serpihan hikmah darinya.


Nuansa ini memancingku untuk teringat seorang sahabat... Ia yang tak getir saat sakitnya mesti berhadapan dengan amanah da'wah... Yah, teringat apa-apa yang sudah kami lalui bersama, tempo lalu. Ah... Indahnya persahabatan dengan ikatan akidah.


Oh. Hey, aku melihatnya! Sudah membuncah hati ini dengan kata-kata rindu yang ingin kusampaikan padanya. Terlalu lama... yah, rasanya terlalu lama kami tak bertemu. Gembira sungguh, dan kaki ini pun menyelarasi isi hati ini... tuk berjalan menujunya.


Ups.
Terlalu cepat!
Terlalu cepat...!
Yah... Terlalu cepat!
Ia melangkah terlalu cepat... 
Hingga kaki ini terasa lelah mengejarnya. Yang bisa kulihat kini hanya punggungnya. Sesekali ia menengok ke belakang --ke arahku-- dan melemparkan senyum khasnya, sambil menyemangatiku untuk terus berjalan bahkan berlari!


Tolong berhenti sejenak...!
Larimu terlalu cepat, kawand... sulit kumengejarmu!
Teriakku gunakan sisa-sisa tenaga ini.
Tapi sia saja.
Hhhh... hanya engah dan kupejamkan mata erat-erat.



***


Kudapati diriku sendiri, terduduk di atas ranjang kamarku.
Rupanya cairan bening sudah dulu membasahi pipiku sebelum kelopak mata ini terbuka.
Kusyukuri atas sejenak mimpi bertemu dengannya, atas kerinduan yang tlah diobatiNYA.


Kaca jendela kamar masih basah dengan hiasan tetes-tetes air cipratan hujan. Pandanganku menembus langit malam yang terlihat merah. Oh... seorang sahabatku tadi mengatakan, malam ini ada supermoon. Terbayang, mungkin di balik tirai mendung itu ada cahaya bulan yang indah.
Luar biasa...



Namun, cahayanya belum sampai ke dadaku, malah hujan itu merembes terus ke relung hatiku. Hadapi itu, benakku sibuk berdialog dengan hati yang kini resah. 
Banyak pertanyaan nyaring meramaikan kegaduhan isi hati ini.
Senada dengan isak tangisku yang tak kunjung reda.
Sementara piringan memoriku tak hentinya memutarkan suara merdu sahabatku ini... dengan bait-bait ayat Al-Quran yang gemar ia lantunkan.


Sekejap ku keluarkan laptop dari tas... dan jemari ini lincah mengerjakan sesuatu... yang ternyata tuk menampilkan potret-potretnya. Ah... karnanya kian deras saja air mata ini menyungai di pipiku. Kulihat lekat-lekat momen-momen istimewa yang tlah kami lalui.


"subhanallah..." lirih lisan ini bertasbih saat ku lihat satu foto bersama di momen besar "terakhir" yang kami lalui bersama... sebuah momen seminar. Saat itu kami berpartisipasi menyukseskan acaranya, yah... kami bersama menjadi panitia acara itu. Terkuras sedih ini saat melihat satu foto itu. Betapa tidak, yang kuingat pada tiap wajah di sana... kini tak semuanya masih "bertahan" di jalan da'wah ini. Ada yang pergi atas kelemahannya, atas tekanan orang-orang sekitarnya, atas kesibukan kuliahnya, juga atas panggilanNYA, seperti sahabatku yang satu ini.


Kecam hatiku pada mereka yang berhenti bukan karna panggilanNYA...
Mengapa tergesa-gesa...
Mengapa kalian tergesa-gesa untuk meninggalkan urusan da'wah ini...?

Bosan kah kalian dengan lelah yang terus menyemai di malam kalian...?
Letih kah kalian dengan amanah-amanah yang terus diletakkan di atas pundak kalian...?
Benci kah kalian dengan berkurangnya waktu istirahat kalian...?
atau tidak suka kah kalian indahnya dunia ini ditukar dengan surga yang dijanjikan...?


"yaa Allah... astaghfirullahal'azhim..."
hanya bisa kuurut dada sambil mendesah napas yang terasa amat berat.


Padahal tak usah gelisah atas kesusahan. Hakikatnya, kelak kita pasti akan meninggalkan urusan da'wah ini. Smoga bukan karna kita yang memilihnya, tetapi karna takdirNYA.


Bersabarlah, kawand...
karna sabar itu sebentar...
Jika kalian bosan, lelah, letih, atau benci sekalipun hingga ingin meninggalkan urusan da'wah ini... tolong, bersabarlah, karna semua yang kalian rasakan itu sungguh hanya sebentar. 
Allah subhanahu wa ta'ala menyuruh kita untuk menjalaninya... Yah, menjalani kesabaran itu. Dia (Allah) berfirman:


"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (TQS. Al-Kahfi [18] ayat 28)


Sejatinya, di mana kita saat kesabaran itu mesti kita emban? Yah... di dunia. Hanya di dunia, kawand... tidak akan ada lagi di hari akhir nanti. Ketika Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:


"Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari." (TQS. An-Naazi'aat [79] ayat 46)


Maka hakikatnya bersabar itu sebentar, kawand...
dan buah kesabaran itu sungguh manis tak tertandingi dengan keni'matan apapun di dunia ini, karna balasannya adalah surga. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:


"Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya," (TQS. Al-Furqaan [25] ayat 75)

Luar biasa untuk kalian, yang masih "di sini" untuk menyusuri jalanan terjal berduri... dengan kesabaran.
Luar biasa untuk kalian, yang tidak pergi dari "sini" demi mengejar kilauan dunia...
dan Luar biasa untuk sahabatku yang tlah dipanggilNYA. "Allahummaghfirlaha warhamha wa'aafihi wa'fu 'anha"  

***

backsound:

-Saujana, Suci Sekeping Hati-

sekeping hati di bawa berlari
jauh melalui jalanan sepi
jalan kebenaran indah terbentang
di depan matamu para pejuang

tapi jalan kebenaran
tak akan selamanya sunyi
ada ujian yang datang melanda
ada perangkap menunggu mangsa

akan kuatkah kaki yang melangkah
bila disapa duri yang menanti
akan kaburkan mata yang meratap
pada debu yang pasti kan hinggap

mengharap senang dalam berjuang
bagai merindu rembulan di tengah siang
jalannya tak seindah sentuhan mata
pangkalnya jauh hujungnya belum tiba


[hikari]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar